KLASIFIKASI
DAN DIAGNOSIS GANGGUAN JIWA
A.
Definisi
Psikiatri merupakan cabang
ilmu kedokteran yang mempelajari mengenai emosi, persepsi, kognisi dan perilaku.
Sedangkan gangguan jiwa adalah
suatu gangguan yang secara klinis bermakna dan menimbulkan disfungsi dalam
pekerjaan. Menurut arti dari PPDGJ III
gangguan jiwa adalah pola perilaku atau psikologik yang secara klinis bermakna
dan secara khas berkaitan dengan gejala, penderitaan (distress) serta hendaya
(impairment) dalam fungsi psikososial.
Klasifikasi
yang paling populer
digunakan orang adalah klasifikasi gangguan yang dikemukakan oleh American
Psychiatric association (APA) pada tahun 1952 yang akhirnya pada tahun 1992
telah berhasil melahirkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder
IV (DSM-IV), setelah mengalami
tiga kali revisi sejak tahun 1979. Di Indonesia, pemerintah telah berhasil
melahirkan klasifikasi gangguan kejiwaan yang memuat gangguan kejiwaan yang
disebut PPDGJ atau Pedoman Penggolongan Diagnostik Gangguan Jiwa, yang saat ini
telah secara resmi digunakan adalah PPDGJ.
Dalam DSM IV terdapat lima aksis gangguan. Dari lima aksis gangguan
tersebut, terdapat dua aksis yang penting bagi kalangan psikologi sebagai
berikut:
Aksis
I: Gangguan
Klinis
Gangguan klinis merupakan pola perilaku abnormal
(gangguan mental) yang meenyebabkan hendaya fungsi dan perasaan tertekan pada
individu. Kondisi lain yang mungkin menjadi fokus perhatian: masalah lain
yang menjadi fokus diagnosis atau pandangan tapi bukan gangguan mental, seperti
problem akademik, pekerjaan atau sosial, faktor psikologi yang mempengaruhi
kondisi medis. Berikut ini merupakan ringkasan dari PPDGJ III yang dikutip dari
Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa yang diedit Dr.Rusdi Maslim:
1.
F00-F09: Gangguan
Mental Organik, termasuk Gangguan Mental Simtomatik
Gangguan Mental Organik adalah gangguan
mental yang berkaitan dengan penyakit/gangguan sistemik atau otak. Gangguan
mental simtomatik adalah
pengaruh terhadap otak merupakan akibat sekunder penyakit/gangguuan sistemik di
luar otak.
Gambaran
utama:
- Gangguan
fungsi kongnitif
- Gangguan
sensorium – kesadaran, perhatian
- Sindrom
dengan manifestasi yang menonjol dalam bidang persepsi (halusinasi), isi
pikir (waham), mood dan emosi
2.
F10-F19: Gangguan Mental dan Perilaku
Akibat Penggunaan Alkohol dan Zat Psikoaktif lainnya
3.
F20-F29:
Skizofrenia, Gangguan Skizotipal dan Gangguan Waham
Skizofrenia ditandai dengan penyimpangan fundamental dan
karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta oleh efek yang tidak wajar atau tumpul. Kesadaran
jernih dan kemampuan intelektual tetap, walaupun kemunduran kognitif dapat
berkembang kemudian.
4.
F30-F39: Gangguan Suasana
Perasaan (Mood)
Kelainan fundamental perubahan suasana perasaan (mood) atau
afek, biasanya kearah depresi (dengan atau tanpa anxietas), atau kearah elasi
(suasana perasaan yang meningkat). Perubahan afek biasanya disertai perubahan
keseluruhan tingkat aktivitas dan kebanyakan gejala lain adalah sekunder
terhadap perubahan itu.
5.
F40-F49: Gangguan
Neurotik, Gangguan Somatoform dan Gangguan Terkait Stres
6.
F50-F59: Sindrom
Perilaku yang Berhubungan dengan Gangguan Fisiologis dan Faktor Fisik.
Aksis II: Gangguan Kepribadian
Gangguan kepribadian mencakup pola perilaku maladaptif
yang sangat kaku dan biasanya merusak hubungan antar pribadi dan adaptasi sosial. Gangguan
kepribadian, seperti gangguan kepribadian paranoid, gangguan kepribadian
skizoid, gangguan kepribadian skizotipal, gangguan kepribadian antisosial, dll.
1.
F60 Gangguan Kepribadian dan Perilaku Masa dewasa
Kondisi klinis bermakna dan pola perilaku cenderung menetap,
dan merupakan ekspresi pola hidup yang khas dari seseorang dan cara berhubungan
dengan diri sendiri maupun orang lain. Beberapa kondisi dan pola perilaku
tersebut berkembang sejak dini dari masa pertumbuhan dan perkembangan dirinya
sebagai hasil interaksi faktor-faktor konstitusi dan pengalaman hidup,
sedangkan lainnya didapat pada masa kehidupan selanjutnya.
2.
F70 Retardasi
Mental
Keadaan perkembangan jiwa yang terhenti atau tidak lengkap,
yang terutama ditandai oleh terjadinya hendaya ketrampilan selama masa
perkembangan, sehingga berpengaruh pada tingkat kecerdasan secara menyeluruh.
Dapat terjadi dengan atau tanpa gangguan jiwa atau gangguan fisik lain sehingga perilaku adaptif selalu ada.
3.
F80 Gangguan
Perkembangan Psikologis
Gambaran
umum
- Onset
bervariasi selama masa bayi atau kanak-kanak
- Adanya
hendaya atau keterlambatan perkembangan fungsi-fungsi yang berhubungan
erat dengan kematangan biologis susunan saraf pusat
- Berlangsung
terus-menerus tanpa remisi dan kekambuhan yang khas bagi banyak gangguan
jiwa
Pada sebagian besar kasus, fungsi yang dipengaruhi termasuk bahasa, keterampilan visuo-spasial, koordinasi
motorik. Yang khas adalah hendayanya berkurang secara progresif dengan bertambahnya
usia
4.
F9 Gangguan Perilaku dan Emosional dengan Onset
Biasanya Pada Masa Kanak dan Remaja
Aksis III: Kondisi Medik Umum
Kondisi medis umum dan kondisi medis yang mugkin
penting bagi pemahaman atau penyembuhan atau penanganan gangguan mental
individu. Meliputi kondisi klinis yang diduga menjadi penyebab atau bukan
penyebab gangguan yang dialami individu.
Aksis IV: Masalah Psikososial dan Lingkungan
Masalah dengan keluarga, lingkungan sosial, pendidikan, pekerjaan,
perumahan, ekonomi, akses pelayanan kesehatan, hukum, psikososial. Masalah psikososial dan lingkungan. Mencakup peristiwa hidup
yang negatif maupun positif,dan kondisi lingkungan dan sosial yang tidak
menguntungkan, dll.
Aksis V: Penilaian Fungsi secara Global
(Global Assesment of Functioning = GAF Scale)
Assessment fungsi secara global mencakup assessment
menyeluruh tentang fungsi psikologis sosial dan pekerjaan klien. Digunakan
juga untuk mengindikasikan taraf keberfungsian tertinggi yang mungkin dicapai
selama beberapa bulan pada tahun sebelumnya.
100-91: gejala tidak ada, berfungsi maksimal, tidak ada masalah
yang tidak tertanggulangi
90-81 : gejala minimal, fungsi
baik, cukup puas, tidak lebih dari masalh harian biasa
80-71 : gejala sementara dan dapat diatasi, disabilitas ringan dalam
sosial
70-61 : beberapa gejala ringan dan menetap, disabilitas ringan dalam
fungsi, secara umum baik
60-51 : gejala dan disabilitas sedang
50-41
: gejala dan disabilitas berat
40-31
: beberapa disabilitas dalam hubungan dengan realita dan
komunikasi, disabilitas berat dalam beberapa fungsi
30-21
: disabilitas berat dalam komunikasi dan daya nilai, tidak
mampu berfungsi dalam hampir semua bidang
20-11
: bahaya mencederai diri/orang lain, disabilitas sangat berat
dalam komunikasi dan mengurus diri
10-01 : persisten dan lebih serius
0 : informasi tidak adekuat
B.
Diagnosis
Seperti perilaku
abnormal, istilah sakit mental atau gangguan mental tidak mudah untuk
didefinisikan. Untuk setiap definisi yang berhasil dirumuskan senantiasa timbul
tanpa terkecuali. Namun akan lebih baik dibuat definisi dari berasumsi bahwa
kita seharusnya dapat menampung setiap gagasan yang menyangkut gangguan ini. Di
bawah ini terdapat beberapa pendekatan dalam diagnosis
a. Pendekatan Kategori Klasik
Metode klasifikasi
yang didasari asumsi mengenai adanya perbedaan yang jelas diantara berbagai
macam gangguan, masing-masing dengan penyebab yang diketahui berbeda. Pendekatan
ini lebih cocok untuk diterapkan dibidang medis daripada untuk mendiagnosa
gangguan psikologi yang begitu kompleks.
b. Pendekatan Dimensional
Membuat kategori
berbagai karakteristik berdasarkan kontinum. Mencatat beragam kognisi, suasana
perasaan dan perilaku klien dan mengkuantifikasinya kedalam suatu skala. Kurang
memuaskan karena tidak ada kesepakatan mengenai berapa banyak dimensi yang
diperlukan.
c. Pendekatan Prototipikal
Sistem kategori
gangguan dengan menggunakan ciri-ciri penentu esensial, dan sejumlah variasi
pada beberapa karakteristik lainnya. Kelemahannya: batas-batas kategori tidak jelas dan ada
beberapa gangguan yang memiliki kesamaan gejala.
DSM
(Diagnostic and statistical manual of mental disorder).
Merupakan
pengembangan dan perluasan darimodel penggolongan Emil Kraepelin. Diperkenalkan
pertama kali pada tahun 1952 dan versi terakhir pada tahun 2000, DSM IV-TR
(Text Revision). DSM V dalam proses penyusunan.
Ciri-ciri DSM:
a. DSM bersifat deskriptif, yang menguraikan ciri-ciri
diagnostik dari perilaku abnormal, tidak menjelaskan penyebabnya.
b. Menggunakan kriteria diagnostik yang spesifik
sehingga mendeskripsikan ciri-ciri esensial (kriteria yang harus ada)
dan ciri-ciri asosiatif (kriteria yang sering diasosiasikan dengan
gangguan tapi tidak esensial).
c. Pola perilaku abnormal yang memiliki ciri-ciri
klinis yang sama dikelompokkan menjadi satu.
d.Sistem bersifat multiaksis yaitu menggunakan sistem
yang multidimensional sehingga memiliki jangkauan informasi yang luas tentang
keberfungsian individu.
Tujuan
diagnosis:
•
Informasi
komprehensif sehingga membantu perencanaan terapi dan meramalkan hasil dari
diagnosis yang telah dilakukan.
- Format mudah dan sistematik
sehingga membantu menata dan mengkomunikasikan informasi klinis, menangkap
kompleksitas situasi klinis, dan menggambarkan heterogenitas individu
dengan diagnosis yang sama.
- Penggunaan model biopsikososial.
DAFTAR
PUSTAKA
- Departemen Kesehatan.
Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. Pedoman penggolongan dan diagnosis
gangguan jiwa di Indonesia III. Jakarta: Departemen Kesehatan; 1993.
- Maslim R. 2001. Diagnosis
gangguan jiwa, rujukan ringkas PPDGJ-III. Jakarta: PT Nuh Jaya.
- Prof. Dr.
Wiramihardja, Sutardjo A. 2004. Pengantar Psikologi. Bandung: PT Refika
Aditama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar