LAPORAN
METODE PENELITIAN KUALITATIF
Kepercayaan Membawa Sesajen Berupa
Bunga Dan Kemenyan Akan Mempercepat Terkabulnya Doa Bagi Peziarah Gunung Kawi
Dosen Pengampu : Intan Rahmawati S.psi, M.psi.
Oleh
: Vonny Syafira Hariyanto (105120307111011)
PROGRAM
STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS
ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS
BRAWIJAYA
MALANG
2012
BAB
I
PENDAHULUAN
1.
LATAR
BELAKANG
Persoalan
hidup manusia sangatlah kompleks. Kekomplekan tersebut juga menyangkut
keyakinan terhadap sesuatu yang dapat memberikan pengaruh kepadanya.
Dilatarbelakangi oleh keadaan, kesulitan hidup mendorong manusia untuk membuat
pola keagamaan yang dipercaya dapat memecahkan problematikan kehidupannya.
Misalnya saja pada peziarah gunung kawi. Dalam kehidupannya yang dirasa sulit,
mereka lebih senang untuk mencari berkah dari makam gunung kawi. dengan membawa
sesajen berupa bunga dan kemenyan mereka berbondong-bondong mendatangi pesarean
gunung kawi untuk berdoa dan mencari rejeki.
Sampai
saat ini ritual membawa sesajen bunga dan kemenyan saat berdoa dalam area makam
masih berlangsung dengan sangat kuatnya. Oleh karena itu peneliti ingin
melakukan penelitian lebih lanjut mengenai “Arti Penting Sesajen Berupa Bunga
Dan Kemenyan Bagi Para Peziarah Gunung Kawi”
2.
RUMUSAN
MASALAH
Apakah
menurut para peziarah saat memasuki makam membawa sesajen berupa bunga dan
kemenyan akan membawa kesuksesan besar?
3.
TUJUAN
Mengungkap
dasar pemikiran peziarah mengenai anggapan membawa sesajen berupa bunga dan kemenyan
saat berziarah akan membawa kesuksesan.
BAB
II
1.
KAJIAN
PUSTAKA
1.1.
Kepercayaan
Kepercayaan adalah suatu
keadaan psikologis pada saat seseorang menganggap suatu premis benar. suatu sikap yang ditunjukkan oleh manusia saat ia merasa
cukup tahu dan menyimpulkan bahwa dirinya telah mencapai kebenaran.
Karena kepercayaan/keyakinan merupakan suatu sikap, maka kepercayaan/keyakinan
seseorang tidak selalu benar -- atau, kepercayaan/keyakinan semata bukanlah
jaminan kebenaran. Sama halnya dengan keyakinan, kepercayaan juga tidak
selamanya benar. Tergantung dari individunya. Contoh: Pada suatu masa, manusia
pernah meyakini bahwa bumi merupakan pusat tata surya, belakangan disadari
bahwa keyakinan itu keliru.
Jadi
dalam sebuah proses belajar, memerlukan beberapa keyakinan atau kepercayaan. Kepercayaan
dan keyakinan timbul dari sisi kognitif seseorang, dimana ia mampu berfikir dan
bertindak secara optimal. salah satu konsep dalam aliran behaviorisme yang
menekankan pada komponen kognitif dari fikiran, pemahaman dan evaluasi.
Seperti
dalam teori belajar Albert Bandura menyatakan bahwa faktor sosial dan
kognitif
serta factor pelaku memainkan
peran penting dalam
pembelajaran.
Faktor
kognitif
(self eficacy) berupa ekspektasi/ penerimaan individu untuk
meraih keberhasilan
atau tujuannya, faktor
sosial
mencakup pengamatan individu
terhadap
perilaku orang
yang dianggapnya pantas untuk dianut.
Albert Bandura merupakan salah satu
perancang teori kognitif sosial. Menurut
Bandura
ketika
seorang individu belajar
mereka dapat merepresentasikan
atau mentrasformasi pengalaman mereka
secara kognitif seperti menimbulkan kepercayaan atau
keyakinan terhadap sesuatu hal.
1.2.
Sesajen Bunga Dan Kemenyan
Untuk dapat memperoleh kekayaan,
berkah, dan lain sebagainya seseorang harus melakukan ritual tertentu. Ritual
merupakan tata cara atau system yang harus dilakukan dalam melakukan pemujaan
kepada roh-roh. Ritual yang dilakukan oleh masyarakat Jawa juga sangat kental
dengan pemujaan kepada roh-roh. Dalam ritual tersebut seseorang harus
menyajikan sesajen (sajian) misalnya bunga, kemenyan, makanan, daging ayam, dan
sayur tertentu.
Banyak
kaum muslimin berkeyakinan bahwa acara tersebut merupakan hal biasa bahkan
dianggap sebagai bagian daripada kegiatan keagamaan. Sehingga diyakini pula
apabila suatu tempat atau benda keramat yang biasa diberi sesaji lalu pada
suatu pada saat tidak diberi sesaji maka orang yang tidak memberikan sesaji
maka kehendaknya atau doanya akan sulit dikabulkan.
Sesajen yang umumnya dibawa oleh para peziarah gunung kawi adalah berupa bunga dan kemenyan, yang kemudian di berikan kepada abdi dalem untuk ditabur diatas makam. Sesajen merupakan anggapan bahwa bunga wangi tersebut disajikan kepada roh yang berkuasa di tempat tersebut. Sedangkan dengan membakar kemenyan diyakini dapat memanggil roh yang dituju.
Sesajen yang umumnya dibawa oleh para peziarah gunung kawi adalah berupa bunga dan kemenyan, yang kemudian di berikan kepada abdi dalem untuk ditabur diatas makam. Sesajen merupakan anggapan bahwa bunga wangi tersebut disajikan kepada roh yang berkuasa di tempat tersebut. Sedangkan dengan membakar kemenyan diyakini dapat memanggil roh yang dituju.
Pandangan
masyarakat tentang sesajen yang terjadi di sekitar masyarakat, khususnya yang
terjadi didalam masyarakat yang masih mengandung adat istiadat yang sangat
kental. sesajen mengandung arti pemberian sesajian-sesajian sebagai tanda
penghormatan atau rasa syukur terhadap semua yang terjadi dimasyarakat sesuai
bisikan ghaib yang berasal dari paranormal atau tetuah-tetuah.
Sesajen
merupakan warisan budaya Hindu dan Budha yang biasa dilakukan untuk memuja para
dewa, roh tertentu atau penunggu tempat (pohon, batu, makam, persimpangan) dan
lain-lain yang mereka yakini dapat mendatangkan keberuntungan dan menolak
kesialan. Sesajen ini memiliki nilai yang sangat sakral bagi pandangan
masyarakat yang masih mempercayainya, tujuan dari pemberian sesajen ini untuk
mencari berkah. Pemberian sesajen ini biasanya dilakukan ditempat-tempat yang
dianggap keramat dan mempunyai nilai magis yang tinggi.
Prosesi
ini terjadi sudah sangat lama, bisa dikatakan sudah berasal dari nenek moyang
kita yang mempercayai adanya pemikiran – pemikiran yang religious. Kegiatan ini
dilakukan oleh masyarakat guna mencapai sesuatu keinginan atau terkabulnya
sesuatu yang bersifat duniawi.
Saat ini
orang beranggapan bahwa menyajikan sesajen adalah suatu kemusyrikan. Tapi
sebenarnya ada suatu simbol atau siloka di dalam sesajen yang harus kita
pelajari. Siloka, adalah penyampaian dalam bentuk pengandaian atau gambaran
yang berbeda (aphorisma). Kearifan lokal yang disimbolkan dalam sesajen perlu
dipelajari bukan disalahkan karena itu adalah kearifan budaya lokal yang
diturunkan oleh leluhur kita.
1.3.
Doa
Doa adalah permintaan dan permohonan kita kepada Tuhan. Doa
merupakan nafas hidup bagi orang percaya. Doa bukanlah sebuah pilihan, melainkan sebuah
kebutuhan yang sangat primer bagi hidup orang percaya.
Berdoa bukan hanya mencari pertolongan.
Berdoa merupakan bukti ketergantungan kita kepada tuhan.
Sebagaimana kita harus bernafas untuk tetap hidup, demikian juga kita harus berdoa untuk kehidupan rohani kita.
Berdoa merupakan bukti ketergantungan kita kepada tuhan.
Sebagaimana kita harus bernafas untuk tetap hidup, demikian juga kita harus berdoa untuk kehidupan rohani kita.
1.4.
Peziarah
Peziarah
adalah orang yang sedang mengunjungi makam. Salah satu hal yang sangat
memprihatinkan dari mereka adalah berprasangka buruk terhadap saudara-saudara
muslim kita yang melaksanakan ziarah kubur para Wali Songo atau orang-orang
sholeh lainnya seperti eyang Djugo ini. Mereka langsung menghakiminya sebagai
para penyembah kubur dengan sebutan Kuburiyyun.
Dalam
kasus ini peziarah kubur berdoa ke orang mati, dengan maksud semoga orang mati
itu “menyampaikan” doa tersebut kepada Allah. Mereka tidak memahami dengan apa
yang dinamakan berdoa dengan tawasul atau bertawasul. Mereka berkeyakinan bahwa
orang yang ditawasulkanlah yang memberi manfat kepada yang bertawasul
1.5.
Kepercayaan Membawa Sesajen Berupa Bunga Dan Kemenyan Akan Membuat Doa Terkabul
Bagi Peziarah Makam Gn.Kawi
Makam Mbah Djogo salah satu tempat yang bersejarah dan ramai
dikunjungi para peziarah dari berbagai daerah maupun dari mancanegara. Makam
Mbah Djogo di pesarean, Gunung Kawi Malang khusus pada malam Jum’at Legi paling
ramai dikunjungi para peziarah. Para peziarah yang datang mencapai puncaknya
setiap tanggal 12 muharam, karena bersamaan dengan diadakannya acara Tahlilan Akbar.
Selama ini orang mengenal Gunung Kawi sebagai tempat keramat
yang cocok untuk menjalankan ritual yang berhubungan dengan masalah rezeki
maupun usaha dan perdagangan. Sehingga tak heran kalau kebanyakan peziarah yang
datang didominasi oleh para warga keturunan. Setiap hari banyak peziarah yang
datang sampai antrian panjang.
Hal ini tidak menyurutkan minat para peziarah yang sebenarnya
ingin meraup kesuksesan yang besar. Dengan membawa sesajen berupa bunga tujuh
rupa dan kemenyan mereka mengantri dengan antusiasnya, namun saat ini membawa
kemenyan dan bunga adalah hal wajib dibawa oleh peziarah. Anggapan seperti
inilah yang kini menjadi kontroversi di kalangan orang awam.
Tingkah laku yang dialami oleh para peziarah gunung kawi
merupakan proses belajar dan pola perilaku modeling.
BAB
III
METODE PENELITIAN
1.
Desain
Penelitian
Sesuai dengan judul
yang telah saya angkat, dalam penelitian ini saya menggunakan penelitian
kualitatif observasi. Pada judul ini terdapat hubungan sebab-akibat yang relevan.
Serta menggunakan variabel bebas aktif yaitu memilih responden secara bebas.
Alasan saya mengapa memilih jenis penelitian ini karena bagi saya penelitian
jenis ini sangat mudah dikumpulkan, mengingat masalah ini sangat fenomenal.
2.
Fokus
Penelitian
Dalam
penelitian ini, saya memfokuskan penelitian saya pada tingkah laku para
peziarah yang datang mengunjungi makam mbah Djugo Gunung Kawi untuk berdoa
memohon sesuatu. Lebih spesifiknya pola tingkah laku peziarah itu berupa
kebiasaan mereka yang membawa sajen dan kemenyan saat memasuki makam yang
dipercayai dapat dengan mudah mengabulkan doa mereka.
3.
Subyek
Penelitian
Subyek
penelitian saya adalah para peziarah makam Mbah Djugo Gunung Kawi. Baik itu
laki-laki maupun perempuan yang dari berbagai etnis.
4.
Lokasi
Penelitian
Lokasi yang dipilih
adalah di dalam pendopo Gunung Kawi yang tidak jauh dari pintu gerbang Makam. Didalam
Pendopo terdapat makam Mbah Djugo yang selalu ramai didatangi peziarah untuk
meminta doa. Disitulah lokasi yang saya pilih untuk penelitian saya.
5.
Teknik
Pengumpulan Data
5.1. Observasi, saya menggunakan teknik
pengumpulan data observasi. Dengan mengobservasi para peziarah Gn.Kawi.
5.2. Wawancara,
dalam rangka pengumpulan data dan menggali informasi sedalam-dalamnya, saya
telah mewawancarai beberapa subyek dan informan.
5.3. Dokumentasi,
menambahkan data pendukung seperti foto.
6.
Teknik
Analisis Data
Dalam menganalisis
data, saya menggunakan teknik analisis data Axial
Coding.
7.
Keabsahan
Data
Untuk keabsahan data yang saya
olah, saya menggunakan tabel validitas
dan reliabilitas.
BAB
IV
PEMBAHASAN
1.
DATA
YANG DIPEROLEH DARI OBSERVASI
Ketika
pertama kali saya memasuki pendopo pesarean Mbah Djugo, saya mendapati
peristiwa unik yang menjadikan inspirasi penelitian saya muncul. Pada awalnya
saya masuk ruangan pendopo saya tidak membawa apa-apa kecuali barang berharga
saya seperti ponsel dan beberapa uang di saku. Dengan pe-denya saya melangkah
masuk dan ikut mengantri untuk dapat menuju makam, sepintas tidak ada yang
aneh, namun orang-orang dengan terheran herannya menatap saya. Ternyata dikarenakan
saya ikut mengantri dengan tidak membawa sesajen berupa bunga dan kemenyan.
Setelah itu saya bertanya kepada bapak-bapak setengah baya yang menggunakan
jaket kulit dan peci hitam. Bertanya mengenai wajibnya membawa sesajen saat
mendatangi tempat ini. Dan si bapak menjawab bahwa hal itu sangat penting,
mengingat kita berziarah ke mbah Djugo ini adalah tujuannya untuk berdoa
meminta sesuatu, dan agar doa terkabul suguhannya adalah sesajen tersebut. Saya
berpikir sejenak mengenai bagaimana hal tersebut dapat terjadi dan mengapa
kebiasaan ini sudah sangat melekat pada peziarah.
Kemudian
saya kembali bertanya kepada seorang lelaki muda yang terlihat sedang berdoa
dengan khidmatnya, saya kembali bertanya mengenai mengapa sesajen begitu
diwajibkan oleh para peziarah, singkat cerita ia menjawab bahwa itu sudah
merupakan peraturan jika doa nya ingin afdol dan mudah terkabul.
Setelah
saya googling dan mencari informasi dari berbagai sumber, ternyata membawa
sesajen berupa bunga dan menyan saat memasuki makam Gunung Kawi bukanlah suatu
kewajiban yang mutlak harus dipenuhi oleh para peziarah. Seiring dengan
berjalannya waktu hal tersebut telah menjadi kepercayaan bagi para peziarah
yang datang. Mereka menganggap bahwa dengan membawa sesajen berupa bunga dan
menyan saat memasuki makam maka doa mereka akan segera terkabul. Tidak sedikit
pula peziarah merasa lega ketika mereka
membawa sesajen bunga besar, karena mereka percaya bahwa sesajen bunga yang
besar akan membuat doa besarnya mudah terkabul.
Ada
beberapa penduduk sekitar makam Gunung Kawi malah mengatakan bahwa membawa
sesajen bunga dan menyan saat memasuki makam bukanlah hal yang wajib dilakukan oleh
para peziarah agar doanya mudah terkabulkan. Budaya tersebut sudah sangat
disalah artikan oleh para peziarah. Tidak sedikit orang mengetahui makna dari
sesajen itu sendiri, hal itu akan wajar dilakukan jika hanya dibawa untuk
waktu-waktu tertentu saja, misalnya di hari-hari tertentu. Namun pada kali ini
peziarah membawa sesajen berupa bunga dan menyan dengan alasan agar doa mereka
cepat terkabulkan.
Peziarah
yang banyak datang untuk berziarah biasanya dari etnis cina dan etnis jawa.
Hampir dari 98% peziarah yang datang dari berbagai kota ini mendatangi makam
mbah Djugo dengan membawa sesajen berupa bunga dan kemenyan dengan berbagai
macam variasi ukuran.
Besar
kecilnya ukuran sesajen tergantung dengan doa yang akan dipanjatkan. Biasanya
kebanyakan etnis cina yang mendatangi makam membawa sesajen yang besar
ukurannya, itu dikarenakan doa mereka juga relatif besar pula. Untuk sesajen
yang dibawa etnis cina ini biasanya berupa kemenyan dan bunga tujuh rupa yang
disusun rapih diatas nampan kayu. Berbeda dengan kebanyakan etnis jawa, etnis
ini membawa sesajen dengan ukuran yang relatif kecil, berupa bunga tujuh rupa
yang dibungkus daun pisang serta kemenyan yang diletakkan di atasnya.
2.
ANALISIS
DATA
Dalam analisis
data ini saya akan menganalisis pola perilaku dan pola belajar dari peziarah
yang membawa sesajen saat mendatangi makam. Mayoritas peziarah Gunung Kawi saat
akan berdoa di makam Mbah Djugo selalu membawa sesajen berupa bunga dan
kemenyan. Para peziarah ternyata percaya bahwa ketika mereka membawa sesajen
saat memasuki area makam dan kemudian mereka berdoa, maka doa mereka pasti akan
cepat terkabul. Padahal menurut warga sekitar kepercayaan itu sedah disalah
artikan. Kepercayaan peziarah inilah yang membuat saya ingin mengkorelasikannya
dengan teori belajar dari Bandura.
Dalam model pembelajaran Bandura, terdapat faktor kognitif yang memainkan peranan
penting. Faktor kognitif yang dimaksud saat ini adalah self-efficasy atau efikasi
diri. Reivich
dan Shatté (2002)
mendefinisikan
efikasi diri sebagai keyakinan
pada
kemampuan diri
sendiri untuk menghadapi dan
memecahkan masalah dengan efektif.
Efikasi diri juga berarti meyakini diri sendiri mampu berhasil dan sukses. Seperti yang telah dilakukan oleh para
peziarah makam yang selalu membawa bunga agar doanya mudah terkabul, mereka
telah yakin bahwa dirinya akan sukses di berbagai bidang kehidupannya dengan
cara membawa sajen saat berdoa di makam.
Individu dengan efikasi diri tinggi memiliki komitmen dalam memecahkan masalahnya dan tidak
akan menyerah ketika menemukan bahwa strategi yang sedang digunakan itu tidak berhasil.
Pada buktinya tradisi dan anggapan membawa bunga akan mempermudah pengabulan
doa oleh para peziarah tidak pernah surut sejak dulu, peziarah yang datang
malah semakin banyak, itu berarti setiap peziarah percaya dan yakin dengan hal
itu walaupun misal dia tidak berhasil/ sukses sekalipun, dia akan mengulang hal
yang sama dan sampai ia mencapai keberhasilannya. Karena hal itu sudah
merupakan keyakinan para peziarah.
Perilaku
para peziarah juga bisa dikarenakan faktor peniruan dari kepercayaan
orang-orang terdahulu. Hal tersebut bisa dibilang sudah menjadi tradisi. Pola perilaku
peniruan peziarah terjadi karena peziarah merasa telah memperoleh tambahan
ketika dia meniru orang lain, yaitu orang lain sudah sukses ketika membawa sesajen saat ke makam, dan memperoleh hukuman
ketika kita tidak menirunya. Hukumannya berupa doanya sulit terkabul. Menurut
Bandura, sebagian besar tingkah laku manusia dipelajari melalui peniruan maupun
penyajian.
Unsur Utama dalam Peniruan (Proses
Modeling/Permodelan)
Menurut teori belajar social,
perbuatan melihat saja menggunakan gambaran kognitif dari tindakan, secara
rinci dasar kognitif dalam proses belajar dapat diringkas dalam 4 tahap , yaitu
: perhatian / atensi, mengingat / retensi, reproduksi gerak , dan motivasi.
1.
Perhatian (’Attention’). Subjek harus
memperhatikan tingkah laku model untuk dapat mempelajarinya. Jadi untuk peniruan
para peziarah saling memperhatikan satu sama lain untuk hasil maksimal.menekankan
bahwa hanya dengan memperhatikan orang lain pembelajaran dapat dipelajari.
2.
Mengingat (’Retention’).
Subjek yang memperhatikan harus merekam peristiwa itu dalam sistem ingatannya.
Ini membolehkan peziarah melakukan peristiwa itu kelak bila diperlukan atau
diingini. Kemampuan untuk menyimpan informasi juga merupakan
bagian penting dari proses belajar.
3.
Reproduksi gerak (’Reproduction’). Setelah mengetahui atau mempelajari sesuatu tingkahlaku, subjek
juga dapat menunjukkan kemampuannya atau menghasilkan apa yang disimpan dalam
bentuk tingkah laku. Contohnya, peziarah setiap kali datang selalu membawa
sesajen berupa bunga dan kemenyan dalam berbagai bentuk sesuai dengan doa yang
dipanjatkan.
4.
Motivasi. Motivasi juga penting dalam pemodelan Albert Bandura
karena ia adalah penggerak individu untuk terus melakukan sesuatu. Jadi subyek harus termotivasi untuk
meniru perilaku yang telah dimodelkan
BAB V
PENUTUP
1.
KESIMPULAN
Peziarah yang
banyak datang untuk berziarah biasanya dari etnis cina dan etnis jawa. Hampir
dari 98% peziarah yang datang dari berbagai kota ini mendatangi makam mbah
Djugo dengan membawa sesajen berupa bunga dan kemenyan dengan berbagai macam
variasi ukuran dengan tujuan agar doanya terkabul.
Ternyata membawa sesajen berupa bunga
dan menyan saat memasuki makam Gunung Kawi bukanlah suatu kewajiban yang mutlak
harus dipenuhi oleh para peziarah. Seiring dengan berjalannya waktu hal
tersebut telah menjadi kepercayaan bagi para peziarah yang datang. Mereka
menganggap bahwa dengan membawa sesajen berupa bunga dan menyan saat memasuki
makam maka doa mereka akan segera terkabul. Tidak sedikit pula peziarah merasa lega ketika mereka membawa sesajen
bunga besar, karena mereka percaya bahwa sesajen bunga yang besar akan membuat
doa besarnya mudah terkabul.
Individu dengan efikasi diri tinggi memiliki komitmen dalam memecahkan masalahnya dan tidak akan menyerah ketika menemukan bahwa strategi yang sedang digunakan itu tidak berhasil. Pada buktinya tradisi dan anggapan membawa bunga
akan mempermudah pengabulan doa oleh para peziarah tidak pernah surut sejak
dulu, peziarah yang datang malah semakin banyak, itu berarti setiap peziarah
percaya dan yakin dengan hal itu walaupun misal dia tidak berhasil/ sukses
sekalipun, dia akan mengulang hal yang sama dan sampai ia mencapai
keberhasilannya. Karena hal itu sudah merupakan keyakinan para peziarah.
2.
SARAN
Untuk
melakukan pemodelan sebaiknya kita mempelajari terlebih dahulu siapa yang akan
kita tiru, baik buruknya juga harus kita pertimbangkan dengan nalar pikiran
yang rasional, agar tidak terjadi kesalahan dalam bertingkahlaku hasil dari
modelling
3.
DAFTAR
PUSTAKA
Hamidi.
2004. Metode Penelitian Kualitatif:
Aplikasi Praktis Pembuatan Proposal Dan Laporan Penelitian, Malang: UMM
Press. Hal 14-16
Vardiansyah, Dani. Filsafat Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar,
Indeks, Jakarta 2008. Hal.5
Arie
Asnaldi, 2005. Teori -Teori belajar.
Bell
Gredler, E. Margaret. 1991. Belajar dan Membelajarkan. Jakarta: CV.
Rajawali
B.F.
Skinner and radical behaviorism, Ali, Muh. 1978. Guru Dalam Proses Belajar
Mengajar. Bandung: Sinar Baru.
Degeng,
I Nyoman Sudana. 1989. Ilmu Pengajaran Taksonomi Variable. Jakarta:
Depdikbud
John
W. Satrock, 2007. Psikologi Pendidikan. edisi kedua. PT Kencana Media
Group: Jakarta.
Light,
G. and Cox, R. 2001. Learning and TeacTeori Belajar Behavioristik
Mukminan. 1997. Teori Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: P3G IKIP..
Prasetya
Irawan, dkk, 1997. Teori belajar. Dirjen Dikti: Jakarta
LAMPIRAN
QUALITATIVE RESEARCH PLAN WORKSHEET
Title :
Kepercayaan Membawa Sesajen Berupa
Bunga Dan Kemenyan Akan Mempercepat Terkabulnya Doa Bagi Peziarah Gunung Kawi
1.
Facts
a)
Write the unique things
-
Saya melihat hampir semua pengunjung makam
gunung kawi membawa sesajen berupa bunga dan kemenyan.
-
Setelah membawa sesajen ditangannya, para
peziarah berdoa dengan khusyuk (sampai mengernyitkan dahi dan menutup mata)
-
Banyak etnis tionghoa yang datang dengan
membawa sesajen besar, dan etnis jawa membawa sesajen kecil dibungkus daun
pisang.
-
Pendopo penud sesak, banyak yang antri dengan
membawa sesajen.
-
Ada yang membawa pesangon dengan berbagai
macam nominal.
b)
Write the problem
-
Ketika memasuki makam saya tidak membawa
sesajen
-
Banyak orang menatap dengan penuh keheranan
-
Saya diberi sesajen oleh salah satu ngunjung
makam
-
Ada orang yang berkomentar mengenai saya yang
tidak membawa sesajen
-
Ada yang menyuruh saya berdoa dengan khusyuk
c)
Write the research question
-
Apakah membawa sesajen merupakan suatu
kewajiban bagi para peziarah?
-
Apakah menurut para peziarah saat memasuki makam
membawa sesajen berupa bunga dan kemenyan akan membawa kesuksesan besar?
|
2.
Methods Procedure
Observation
Dalam penelitian
kualitatif ini, menggunakan metode observasi
partisipan total, dimana peneliti ikut turun langsung ke lapangan, dan
mengikutu serangkaian ritual yang dilakukan observee. Dimaksudkan agar
mendapatkan data yang lebih valid.
|
Point of Interview (Attach the transcript)
-
Para peziarah selalu datang membawa sesajen
berupa bunga tujuh rupa beserta kemenyan saat akan memasuki makam.
-
Setelah membawa sesajen, peziarah memegang
sesajen dan kemudian berdoa dengan khusyuk
|
Documentation (Attach the documents)
-
Foto-foto saat ada di dalam pendopo
|
VERBATIME
·
Wawancara subyek
1.
Lokasi : Area makam (pendopo)
Jenis Kelamin : Laki-laki
Perkiraan Usia : 40-50Tahun
A.
Permisi bapak,
mmmm…. Bawa bunga dan kemenyan gitu wajib ya pak?
B.
Lho ya iya dong
mbak, saya kalo kesini selalu siapin bunga mbak. Kembang setitik gak popo seng
penting dungo’e yo gak gede-gede (bawa bunga sedikit tidak apa-apa yang penting
doanya juga gak terlalu muluk). Mana sajennya mbak? Kok gak bawa?
A.
Oh.. gitu to pak?
Saya baru tahu kalau ingin berdoa yang sederhana kita musti bawa sajen yang
sederhana, kalo doa yang besar kita juga bawa sajen yang besar pula ya
pak?..saya tidak tahu pak kalo kesini harus bawa sajen, saya pikir berdoa aja
sudah afdol.
B.
Asal mana to
mbak? Jauh ya?
A.
Saya asal malang
pak. Gak jauh. Heheee.. Bpk dari mana?
B.
Wealah mbak deket
sini aja kok gak tau. Eman mbak kalo gak bawa bunga. Doanya itu lho.
A.
Kenapa pak kok
eman?
B.
Ya doanya itu lah
mbak, gak mujarab nanti, istilahnya gitu. Hahaa..
A.
Oh ya pak.
Hehee.. nanti kalo dateng kesini lagi saya bawa sajen pak, makasih ya pak atas
informasinya.
B.
Sami-sami mbak e.
·
Wawancara subyek
2
Lokasi : Area Makam (pendopo)
Jenis Kelamin : Laki-laki
Perkiraan usia : 28-30 Tahun
A.
Mas.. berdoanya
kok khidmat banget? Hehee..
B.
Eh.. hehee iya
mbak, biar doa didengar. Hehee..
A.
Masnya bawa bunga
sama kemenyan ya, aku tadi gak tau mas jadi gak bawa. Menurut mas apa harus ya
mas?
B.
Iya mbak kalo
menurutku. Biar doa mbak mudah terkabul mbak. Aku aja sudah buktiin.
A.
Aduh apa saya
harus beli dulu ya di luar?
B.
Ya jangan mbak.
Sayang kalo antriannya harus ditinggal. Ini saya kasi aja mbak satu bungkus.
A.
Wah makasih ya
mas. Makasih banyak. Maaf ngerepotin jadinya.
B.
Iya mbk
sama-sama, lain kali kalo kesini bawa sajen mbak. sudah mbak sekarang berdoa dengan
khusyuk. Biar doanya terkabul.
A.
Makasih ya mas
atas bantuannya.
·
Wawancara
informan 1
Nama : Gn
Jenis Kelamin : laki-laki
Perkiraan usia : 30-35 Tahun
A.
Mas aku mau
tanya. Bawa sajen sajen berupa kembang sama kemenyan ini sebenernya wajib gak
mas? Biar doanya terkabul gitu?
G. Ya
gak lah dek. Ini kan Cuma kebiasaannya peziarah sini. Sebenernya dulu kalo
sajen itu Cuma pas hari-hari agung aja. misalnya pas hari jumat legi dek. Malam
12 suro.
A. Ada gak mas peziarah yang dateng gak bawa
sajen trus kena bala?
G. Apalagi
itu. ya gak ada dek. Kalo kesini itu yang penting doanya.
A. Ya udah deh mas. Makasih ya mas.
·
Wawancara
informan 2
Jenis kelamin : wanita
Perkiraan usia : 48 Tahun
Lokasi : Masjid dekat permukiman warga Gunung
Kawi
A.
Ibu permisi. Ibu
asli sini ya bu?
B.
Ya iya mbak.
Mbaknya dari mana? gak kepetilasan mbak?
A.
Ini bu masih mau
sholat dulu. Sebentar lagi saya kesana ini bu..hehe..oh ya bu. Kalo masuk ke
pesarean apa harus bawa sajen berupa bunga tujuh rupa dan kemenyan yang katanya
dijual diluar gerbang makam?
B.
Ya ndak to mbak.
Itu kan Cuma kepercayaan orang yang ziarah saja. Sebenernya gak ada pengaruhnya
kalo saya bilang mbak. Mbaknya langsung aja kesana gak bawa bunga gak papa kok
mbak.
A.
Oh gitu ya buk?
Saya soalnya masih belum ngerti. Saya baru pertama kesini bu..hihi yaudah bu
saya mau sholat dulu. Makasuh ya bu..
B.
Iya mbak. Mariii
QUALITATIVE ANALYSIS REPORT
NAME : Vonny
Syafira Hariyanto
TITLE :
OPEN CODING
KATEGORI
|
PROPERTY
|
DIMENSI
|
Sesajen peziarah
Korelasi doa dengan sesajen
Pentingnya sesajen bagi peziarah
|
-
Bunga
-
Kemenyan
-
Doa besar-sesajen juga besar
-
Doa kecil – sesajen yang dibawa juga kecil
-
Datang membawa bunga dan kemenyan
|
selalu
selalu
Ya
ya
sangat penting
|
AXIAL CODING
CAUSAL CONDITION
-
Kebiasaan
-
Tradisi
-
Ikut-ikutan
|
CENTRAL PHENOMENON
Kepercayaan membawa sesajen
akan membuat doa terkabul bagi peziarah gunung kawi
|
CONSEQUENCES
-
Merasa lega saat membawa sesajen, karena yakin
doanya akan terkabul
-
Tidak cemas
|
STRATEGIES
-
Peziarah membawa sesajen besar, karena
permintaan/doanya juga semakin hari semakin besar
|
CONTEXT
-
Banyak peziarah yang datang selalu membawa sesajen
maka doanya terkabul
|
INTERVENING CONDITION
-
Tidak memiliki cukup uang untuk membeli
sesajen yang besar
-
Doanya tetap saja sulit terkabul
|
SELECTIVE CODING
Peziarah yang banyak
datang untuk berziarah biasanya dari etnis cina dan etnis jawa. Hampir dari
98% peziarah yang datang dari berbagai kota ini mendatangi makam mbah Djugo
dengan membawa sesajen berupa bunga dan kemenyan dengan berbagai macam
variasi ukuran.
Besar kecilnya ukuran
sesajen tergantung dengan doa yang akan dipanjatkan. Biasanya kebanyakan
etnis cina yang mendatangi makam membawa sesajen yang besar ukurannya, itu
dikarenakan doa mereka juga relatif besar pula. Untuk sesajen yang dibawa
etnis cina ini biasanya berupa kemenyan dan bunga tujuh rupa yang disusun
rapih diatas nampan kayu. Berbeda dengan kebanyakan etnis jawa, etnis ini
membawa sesajen dengan ukuran yang relatif kecil, berupa bunga tujuh rupa
yang dibungkus daun pisang serta kemenyan yang diletakkan di atasnya.
|
QUALITATIVE WORKSHEET
PLAN II
JENIS VALIDITAS
|
RINCIAN
|
Reflective Validity
|
Mayoritas peziarah
selalu membawa sesajen
|
Ironic Validity
|
Ketika membawa sesajen
doa yang dipanjatkan akan cepat terkabul
|
Neo-Pragmatic Validity
|
Compare kasus-teori
akan menggunakan teori belajar dari Albert Bandura.
|
Rhizomatic Validity
|
Informan:
-
warga sekitar (ibu-ibu)
-
mas Gunawan (guide)
|
Situated Validity
|
Ketika saya masuk
pendopo banyak yang melihat dengan sinis karena saya tidak membawa sesajen.
|
JENIS RELIABILITAS
|
RINCIAN
|
Quixotic Reliability
|
Melihat etnis tionghoa membawa sesajen besar akan tetapi tidak berdoa
dengan khusyuk.
|
Diachronic Reliability
|
Tidak ada sejarah yang mengatakan bahwa hal tersebut adalah hal
mutlak
|
Synchronic Reliability
|
Peziarah menganggap Sesajen adalah hal penting bagi peziarah bila
ingin doanya segera terkabul.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar