Selasa, 26 Juni 2012


PSIKOTERAPI DALAM PSIKOLOGI KLINIS


Dewasa ini, gangguan jiwa merupakan masalah yang harus diperhatikan secara penuh,pederitanya sudah menjadi sebagian besar dari masyarakat atau penduduk Negara ini.melalui bidang ilmu pendukung,yaitu Psikiatri dan Psikologi,dirasa perlu mebahas hal tersebut secara lebih mendalam.
      Psikiatri dan Psikologi, dua ilmu yang tidak dapat dipisahkan dalam aplikasinya dalam bidang kesehatan jiwa. Sebagai dua disiplin ilmu yang memang berasal dari satu akar, kedua ilmu tersebut memang akan dan selalu akan tidak akan terpisahkan.Perbedaan yang ada, hanyalah merupakan khasanah yang justru akan memperkaya  masing-masing ilmu. Jadi, Kooperasi antara Psikologi dengan Dinamikanya maupun Psikiatri dengan pendekatannya, akan membawa suatu pencerahan dalam bidang Ilmu Kesehatan Jiwa. Psikiatri merupakan cabang dari ilmu kedokteran yang mempelajari aspek kesehatan jiwa serta hubungan timbale baliknya  terhadap fungsi-fungsi fisiologis pada tubuh manusia.Karenanya dirasa amat penting untuk mempelajari segala macam ganggua psikologis dan Abnormal pada perilaku setiap individu,oleh karena itu bahasan mengenai terapi juga harus dipelajari sedalam dalamnya untuk intervensi selanjutnya pada setiap penderitasegala macam gangguan tersebut.
      Melalui psikiatri,kita dapat mempelajari banyak terapi dan klasifikasinya, bukan rahasia umum bahwa semakin banyak kasus-kasus jiwa yang terjadi pada manusia , gangguan-gangguan yang banyak sekali ragamnya. Dari ragamnya gangguan-gangguan tersebut, tentunya di perlukan cara penanganan atau terapi yang berbeda.
      Pada pembahasan nanti kita akan membahas macam dan klasifikasi terapi pada psikiatri dan mengulas gangguan-gangguan yang terjadi serta penanganan atau terapi yang tepat dan sesuai untuk pengobatannya bertujuan agar mempercepat proses penyembuhannya.


A.    Suasana Terapi
Dasar semua pengobatan adalah suasana terapi yang diciptakan oleh dokter bersama pasiennya. dan yang memegang peranan penting dalam hal ini adalah hubungan antara pasien dan dokter. selama pasien masih tetap merupakan manusia yang holistic, masih berperasaan, masih bisa merasakan emosi, mempunyai cinta-kasih, ia harus dihadapi pula oleh seorang manusia yang lain, yaitu seorang pengobat atau dokter yang mempunyai emosi juga. hubungan ini sangat berbeda sekai antara mesin dan ahli tehnik,atau robot dengan komputer. Dalam suasana terapi ini, faktor sugesti dan persuasi, serta keyakinan dan kepercayaan pada sang pengobat sampai sekarang masih merupakan faktor yang penting yang bersifat empatik tanpa perasaan sentimental atau simpati yang berlebihan.
Penderitaan dapat menimbulkan perilaku yang sifatnya dipengaruhi oleh berbagai faktor , yang penting ialah:
a.       Asal genetic orang tersebut;
b.      Persepsi masa kecil tentang penderitaan;
c.       Pengalaman tentang rasa sakit dan nyeri;
d.      Keadaan hidup sekarang;
e.       Keinginan dan harapannya untuk masa depan;
Dengan memerhatikan faktor-faktor diatas, dokter akan lebih menilai hakiki perilaku pasiennya,    sehingga pendekatannya terhadap pasien itu akan lebih membantu suasana terapi.

B.     Terapi Dalam Psikiatri
Pengobatan dalam psikiatri pada umumnya dapat dibagi menjadi tiga golongan besar,yaitu:

a.      Somatoterapi
Sasaran utama pengobatan ini adalah tubuh manusia dengan harapan bahwa pasien itu akan sembuh karena reaksinya secara holistik. Somatoterpi secara umum dapat dibagi menjadi : farmakologi, pembadahan dan fisioterapi. Selanjutnya yang dipakai dalam bidang ilmu kedoteran jiwa, yaitu:
·         Electro Convulsive Therapy (ECT)
ECT merupakan bentuk terapi kepada klien dengan menimbulkan kenjang dengan cara mengalirkan arus listrik melalui electrode yang ditempelkan pada pelipis klien untuk memberikan rangsangan elektrik secara eksternal untuk terapi gangguan jiwa tertentu.ECT membangkitkan efek pada hipotalamus didaerah limbic yang mengakibatkan mood pasien.
Alat dalam penggunaan ECT berupa elektrokonvulsator. Pada terapi umumnya penggunaan alat tersebut berkisar 100-150 volt selama 2-3 detik terjadi konvulsi. Bila tidak terjadi maka langsung diulang dengan voltase yang sama atau lebih tinggi dan dapat diulang sampai tiga kali.
Indikasi dalam penggunaan ECT adalah untuk depresi yang resistant dengan obat, kecenderungan bunuh diri, menolak makan dan minum, kehamilan, skizofrenia katakonik, skizofrenia bentuk akut, paranoid,  Efek samping dalam penggunaan terapi ECT adalah robekan otot, sakit kepala, demensia, delirium, amnesia retrograde, dll.
·         Terapi Kejutan Insulin (Insulin Shock Therapy).
Pada tahun 1933, M.J Sakel dia menggunakan insulin dalam merawat orang yang kecanduan morfin. Keadaan koma yang terjadi secara kebetulan dan tidak disengaja yang timbulkan oleh insulin ternyata berpengaruh baik pada kepribadian. Terapi ini menjadi  salah satu bentuk somatoterapi yang sangat penting untuk skizofrenia. Dalam  terapi ini psikiater memberikan pasien dosis insulin yang setiap harinya semakin bertambah sampai pada kadar dosis tertentu yang diperlukan untuk menimbulkan keadaan kejutan. Psikiater berpendapat bahwa peran utama dari bentuk-bentuk somatoterapi, misalnya kejutan insulin dan obat-obat penenang adalah untuk membuat pasien lebih mudah diberi psikoterapi.

·         Pengobatan psikotropik (Terapi Farmakologi)
Sesudah menciptakan suasana terapi, maka dalam suasana inilah dokter itu melakukan sesuatu yang menurut si sakit dapat menolongnya. Bila diberi obat, maka pengaruh obat tidak terlepas pula dari suasana terapi itu, sehingga efek placebo dapat setinggi 30%-50%, bukan saja obat psikotoropik, tetapi juga dari umpamanya obat antihipertensi,anti-diabetes,anti-kholesterol . obat dapat juga dipergunakan sebagai alat untuk memelihara hubungan pasien-dokter , sebagai jembatan dalam hubungan pasien dan dokter supaya tidak terputus . kita melihat bahwa farmakoterapi atau terapi dengan pemberian obat merupakan hanya salah satu cara terapi di antara banyak cara lain. Penggunaan obat psikotropik ataupun psikofarmakoterapi merupakan bidang yang lebih kecil lagi dari lapangan pengobatan yang begitu luas .adapun dalam psikiatri yang mempelajari serta memakai obat psikotropik dinamakan farmakopsikiatri.
Obat psikotropik adalah obat yang mempunyai efek terapetik pada proses mental pasien karena efeknya pada otak . akan tetapi kita harus ingat bahwa gangguan mental itu disebabkan oleh suatu masalah psikologik ataupun social , maka tidak ada satupun obat yang dapat menyelesaikan persoalan tersebut , kecuali diri sendiri dan dokter serta obat hanya sebagai fasilitator yang membantu kea rah penyelesaian atau kea rah penyesuaian diri yang lebih baik .
Pembagian obat psikotropik.
1.      Tranquilazer, mempunyai efek anti-cemas,anti-tegang dan anti-agitasi
2.      Neroleptika, mempunyai efek antipsikosa dan antiskizofrenia,serta juga efek anti-cemas, anti-tegang.
3.      Antidepresant, mempunyai efek antidepresi dan anti-cemas dan tegang serta efek aktivasi dan efek menghilangkan hambatan.
4.      Psikotomimetika, dapat menimbulkan gejala-gejala psikosa, tetapi reversible,umpamanya meskalin dan LSD (tidak akan dibicarakan disini karena tidak dipakai buat pengobatan, tetapi dipakai untuk penelitian gejala-gejala psikosa).



b.      Terapi Psiko-edukatif
·         Psikoterapi (Terapi Psikologi)
Psikoterapi (psychotherapy) adalah pengobatan alam pikiran atau dapat dikatakan sebagai pengobatan dan perawatan gangguan psikis melalui metode psikologis. Istilah ini mencakup berbagai teknik yang bertujuan untuk membantu individu dalam mengatasi gangguan emosionalnya, dengan cara memodifikasi perilaku, pikiran, dan emosinya, sehingga individu tersebut mampu mengembangkan dirinya dalam mengatasi masalah psikisnya.
Psikoterapi juga merupakan suatu interaksi sistematis antara klien dan terapis yang menggunakan prinsip-psinsip psikologis untuk membantu menghasilkan perubahan dalam tingkah laku, pikiran dan perasaan klien supaya membantu klien mengatasi tingkah laku abnormal dan memecahkan masalah-masalah dalam hidup atau berkembang sebagai seorang individu. Psikoterapis menggunakan prinsip-prinsip penelitian, dan teori-teori psikologis serta menyusun interaksi teraupetik. Psikoterapi biasanya digunakan dalam terapi psikiatri pada orang-orang yang mengalami masalah-masalah tingkah laku yang abnormal, seperti gangguan suasana hati, gangguan penyesuaian diri, gangguan kecemasan atau skizofrenia. Untuk beberapa gangguan ini, terutama gangguan bipolar dan skizofrenia, terapi biologis umumnya memegang peranan utama dalam perawatan. Meskipun demikian, selain perawatan biologis, psikoterapi membantu pasien belajar tentang dirinya sendiri dan memperoleh keterampilan-keterampilan yang akan memudahkannya menanggulangi tantangan hidup dengan lebih baik.
·         Behavioral Therapy (Terapi Perilaku)
Suatu terapi yang berfokus untuk memodifikasi atau mengubah perilaku. Seperangkat perilaku atau respon yang dilakukan dalam suatu lingkungan dan menghasilkan konsekuensi-konsekuensi tertentu. Terapi perilaku berusaha menghilangkan masalah perilaku khusus secepat-cepatnya dengan mengawasi perilaku belajar si pasien. Operan conditioning adalah modifikasi perilaku yang dipertajam atau ditingkatkan frekuensi terjadinya melalui pemberian reinforcement. Lingkungan sosial digunakan untuk membantu seseorang dalam meningkatkan kontrol terhadap perilaku yg berlebihan atau berkurang (Murray & Wilson).
Indikasi utama dari terapi perilaku ialah gangguan fobik dan perilaku kompulsif, disfungsi sexual (misalnya impotensi dan frigiditas) dan deviasi sexual (misalnya exhibisionisme). Dapat dicoba pada pikiran-pikiran obsesif, gangguan kebiasaan atau pengawasan impuls (misalnya gagap, enuresis, dan berjudio secara kompulsif), gangguan nafsu makan (obesitas dan anorexia) dan reaksi konversi. Terapi perilaku tidak berguna pada skizofrenia akut, depresi yang hebat dan (hipo) mania.

Perkembangan Terapi Perilaku
a)      Dialectical Behavior Therapy (DBT)
DBT telah berhasil digunakan pada pasien dengan gangguan kepribadian ambang. Terapi ini bersifat selektif, dan mengambil metode dari terapi suportif, kognitif dan perilaku. Fungsi DBT adalah :
1.      Meningkatkan dan memperluas daftar pola perilaku terlatih pasien
2.      Meningkatkan matovasi pasien untuk berubah dengan mengurangi dorongan pada perilaku maladaptif, termasuk disfungsi (kognisi dan emosi).
3.      Meyakinkan bahwa pola perilaku baru dikembangkan dari lingkungan terapeutik ke lingkungan alami
4.      Membuat struktur lingkungan sedemikian rupa sehinggaperilaku efektif bukannya perilaku disfungsi yang didorong
5.      Meningkatkan motivasi dan kemampuan terapis sehingga diperoleh terapi efektif.
b)      Terapi Kognitif-Perilaku (Cognitive Behavioural Therapy)
Terapi kognitif-perilaku (sering disingkat CBT) menampilkan usaha yang relatif baru untuk menyatukan aspek terapi perilaku yang berguna dengan terapi kognitif dan memiliki tujuan utama membantu pasien mendapatkan perubahan yang mereka harapkan dalam kehidupannya. Asumsi dasar yang melatarbelakangi terapi-kognitif perilaku meliputi:
1.      Respons pasien lebih berdasarkan kepada interpretasi ketimbang pada realitasnya.
2.      Pikiran, perilaku, dan emosi saling terkait.
3.      Tindakan terapeutik perlu diklarifikasi dan diubah menurut pikiran pasien
4.      Manfaat perubahan proses kognitif dan perilaku pasien lebih besar daripada manfaat perubahan salah satunya saja.
c.       Sosioterapi
·         Terapi Lingkungan
   Terapi lingkungan adalah pengobatan gangguan mental atau ketidakmampuan menyesuaikan diri dengan melakukan perubahan substansial dalam keadaan langsung pasien kehidupan dan lingkungan dengan cara yang akan meningkatkan efektivitas bentuk lain dari terapi. Tujuan terapi lingkungan adalah untuk memanipulasi lingkungan sehingga semua aspek pengalaman rumah sakit klien dianggap terapeutik. Konsep terapi lingkungan dikembangkan dari keinginan untuk melawan efek negatif regresif institusionalisasi: mengurangi kemampuan untuk berpikir dan bertindak secara independen, adopsi nilai-nilai kelembagaan dan sikap, dan hilangnya komitmen di dunia luar. Terapi lingkungan dalam pengobatan yang dilakukan pasien melibatkan baik keluarga dan lingkungan tempat tinggal pasien agar dapat membantu menciptakan lingkungan yang kondusif untuk perkembangan proses pengobatan pasien.
·         Terapi Keluarga
Terapi keluarga adalah model terapi yang bertujuan mengubah pola interaksi keluarga sehingga bisa membenahi masalah-masalah dalam keluarga (Gurman, Kniskern & Pinsof, 1986). Terapi keluarga muncul dari observasi bahwa masalah-masalah yang ada pada terapi individual mempunyai konsekwensi dan konteks social.Tujuan pertama adalah menemukan bahwa masalah yang ada berhubungan dengan keluarganya, kemudian dengan jalan apa dan bagaimana anggota keluarga tersebut ikut berpartisipasi. Ini dibutuhkan untuk menemukan siapa yang sebenarnya terlibat, karenanya perlu bergabung dalam sesi keluarga dalam terapi ini, juga memungkinkan apabila diikutsertakan tetangga, nenek serta kakek, atau keluarga dekat yang berpengaruh.
C.    Gangguan dan Terapi
a.       Skizofrenia
Skizofrenia merupakan salah satu gangguan kejiwaan berat dan menunjukkan adanya disorganisasi (kemunduran) fungsi kepribadian, sehingga menyebabkan disability (ketidakmampuan), (Maramis, 1994). Gannguan jiwa jenis ini dapat terjadi mulai sekitar masa remaja dan kebanyakkan penderitannya adalah berjenis kelamin laki-laki dan menjadi sakit pada usia antara 15-35 tahun, sedangkan pada perempuan kebanyakkan penampakan gejala antara usia 25-35 tahun (Kaplana, dkk, 1991). Gangguan kejiwaan skizofrenia ini sering menyebabkan kegagalan individu dalam mencapai berbagai ketrampilan yang diperlukan untuk hidup yang menyebabkan penderita menjadi beban keluarga dan masyarakat. (Chandra, 2004).
Gangguan kejiwaan atau skizofrenia adalah suatu gangguan psikosis fungsional berupa gangguan mental berulang yang ditandai dengan gejala-gejala psikotik yang khas seperti, kemunduran fungsi sosial, fungsi kerja, depresi, gangguan persepsi, dan perawatan diri. Skizofrenia tipe I ditandai dengan menonjolnya gejala-gejala positif seperti halusinasi, delusi, dan asosiasi longgar, sedangkan pada skizofrenia tipe II ditemukan gejala-gejala negatif seperti penarikan diri, apatis, dan perawatan diri yang buruk. Berdasarkan DSM-IV menggunakan subtype skizofrenia yang sama dengan yang digunakan di dalam DSM-III-R yang meliputi:
1.      Tipe Paranoid
2.      Tipe Terdisorganisasi
3.      Tipe Katakonik     
4.      Tipe Tidak Tergolongkan    
Pengobatan
Pengobatan harus secepat mungkin, karena keadaan psikotik yang lama menimbulkan kemungkinan yang lebih besar bahwa penderita menuju ke kemunduran mental. Terapist jangan melihat kepada penderita skizofrenia sebagai penderita yang tidak dapat disembuhkan lagi atau sebagai suatu mahluk yang aneh dan inferior. Bila sudah dapat diadakan kontak, maka dilakukan bimbingan tentang hal-hal yang praktis.
Biarpun penderita mungkin tidak sempurna sembuh, tetapi dengan pengobatan dan bimbingan yang baik penderita dapat ditolong untuk berfungsi terus, bekerja sederhana dirumah ataupun di luar rumah.
1.      Farmakoterapi (Terapi Somatik)
Neroleptika dengan dosis efektif rendah lebih bermanfaat pada penderita dengan skizofrenia yang menahun, yang dengan dosis efektif tinggi lebih digunakan pada penderita dengan psikomotorik yang meningkat. Pada penderita paranoid obat yang umumnya diresepkan adalah trifluoperazin. Dengan fenotiazin biasanya waham dan halusinasi hilang dalam waktu 2-3 minggu. Bila tetap masih ada waham dan halusinasi, maka penderita tidak begitu terpengaruh lagi dan menjadi lebih kooperatif, mau ikut serta dengan kegiatan lingkungannya dan mau turut terapi kerja.
Sesudah gejala-gejala menghilang, maka dosis dipertahankan selama beberapa bulan lagi, jika serangan itu baru yang pertama kali. Jika serangan skizofrenia itu sudah lebih dari satu kali, maka sesudah gejala-gejala mereda, obat diberi terus selama satu atau dua tahun.
2.      Terapi elektro-konvulsi (TEK)
Seperti juga dengan terapi konvulsi yang lain, cara bekerjanya elektrokonvulsi belum diketahui dengan jelas. Dapat dikatakan bahwa terapi konvulsi dapat memperpendek serangan skizofrenia dan mmpermudah kontak dengan penderita. Akan tatapi ini tdak dapat mencegah serangan yang akan datang. Bila dibandingkan dengan terapi koma insulin, maka dengan TEK lebih sering terjadi serangan ulang. Akan tetapi TEK lebih mudah diberikan, dapat dilakukan secara ambulant, bahaya lebih kurang, lebih murah dan tidak memerlukan tenaga khusus seperti terapi koma insulin.
TEK baik hasilnya pada jenis katatonik terutapa stupor. Terhadap skizofrenia simplex efeknya mengecewakan; bila gejala hanya ringan lantas diberi TEK, terkadang gejalanya menjadi semakin berat.
3.      Terapi koma insulin
Terapi ini cocok diberikan pada saat permulaan penyakit. Presentasi kesembuhan lebih besar bila dimulai dalam waktu 6 bulan sesudah penderita jatuh sakit. Terapi koma insulin memberi hasil yang baik pada penderita awal katatonia dan paranoid.

4.      Terapi Psikososial
Terapi pelaku. Rencana pengobatan untuk skzofrenia harus ditujukan pada kemampuan dan kekurangan pasien. Teknik perilaku menggunakan ketrampilan sosial untuk meningkatkan kemampuan sosial, kemampuan memenuhi diri sendiri, latihan praktis, dan komunikasi interpersonal. Latihan ketrampilan perilaku melibatkan penggunaan kaset video orang lain dan pasien, permainan stimulasi (role playing) dalam terapi, dan pekerjaan rumah tentang ketrampilan yang telah digunakan.
Terapi berorientasi-keluarga. Berbagai terapi berorientasi- keluarga merupakan terapi yang juga berguna dalam pengobatan skizofrenia. Karena pasien skizofrenia seringkali dipulangkan dalam keadaan remisi parsial, keluarga dimana pasien skizofrenia kembali, seringkali mendapatkan manfaat terapi keluarga yang singkat tetapi intensif (setiap hari).
Terapi kelompok. Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana, masalah, dan hubungan dalam kehidupan nyata. Terapi kelompok sangat efektif dalam menurunkan isolasi kelompok, meningkatkan rasa persatuan, dan meningkatkan tes realitas bagi pasien dengan skizofrenia.
Psikoterapi Individual. Psikoterapi merupakan terapi yang membantu dan menambahkan efek farmakologis. Jenis terapi yang dilakukan dalam psikoterapi adalah psikoterapi suportif dan psikoterapi berorientasi-tilikan. Konsep penting di dalam psikoterapi bagi seorang pasien skizofrenia ialah perkembangan suatu hubungan terapetik yang dialami pasien sehingga menimbulkan rasa aman. Dimana dalam penelitian klinis menyadari bahwa kemampuan pasien skizofrenia untuk membentuk ikatan terapetik dengan ahli terapi dapat membantu proses pengobatan.
b.      Gangguan Mood
Ganggungan mood adalah suatu kelompok kondisi klinis yang ditandai oleh hilangnya perasaan kendali dan pengalaman subjektif adanya penderitaan berat. Pasien dengan mood yang meninggi (elevated) yaitu mania, menunjukkan sikap meluap-luap, gagasan yang meloncat-loncat, penurunan kebutuhan tidur, penginggian harga diri, dan gagasan kebesaran. Sedangkan pasien dengan mood terdepresi (depresi) merasakan hilangnya energy-energi dan minat, perasaan bersalah, kesulitan berkonsentrasi, hilangnya nafsu makan, dan pikiran tentang kematian atau bunuh diri. Tanda dan gejala lain dari gangguan mood adalah perubahan tingkat aktivitas, kemampuan kognitif, pembicaraan, dan fungsi vegetative (tidur, nafsu makan, aktivitas seksual, dan irama biologis lainnya).
Gangguan mood yang utama adalah gangguan depresif berat dan gangguan bipolar I. Kedua gangguan tersebut biasanya dinamakan gangguan afektif, dimana patologi utama dalam gangguan tersebut adalah mood, yaitu keadaan emosional internal yang meresap dari seseorang, dan bukan dari afek  (eksprsi eksternal dari isi emosional saat itu). Pasien yang hanya episode depresif dikatakan mengalami ganguan depresif berat, seringkali dinamakan depresi unipolar. Pasien dengan episode manic dan depresif dan pasien yang hanya pada tahap manic saja dikatakan menderita gangguan bipolar I. Gangguan yang biasanya menyertai gannguan mood adalah ketergantungan alcohol, kecemasan, dan kondisi medis.
Pengobatan
Bila diagnosa depresi sudah dibuat, maka perlu dinilai beratnya depresi dan besarnya kemungkinan bunuh diri. Hal ini ditanyakan dengan bijaksana dan penderita sering merasa lega bila ia dapat mengeluarkan pikiran-pikiran bunuh diri kepada orang yang memahami masalahnya. Bila sering terdapat pikiran-pikiran atau rancangan bunuh diri, maka sebaiknya penderita dirawat di rumah sakit dengan pemberian terapi elektrokonvulsi (ECT) disamping psikoterapi dan obat antidepresi.
1.      Terapi Psikososial
Terapi kognitif. Terapi kognitif memusatkan pada distorsi kognitif. Distorsi tersebut termasuk perhatian selektif terhadap aspek negatif. Tujuan terapi kognitif adalah untuk menghilangkan episode depresif dan mencegahrekurennya dengan membantu pasien mengidentifikasi dan uji kognitif negatif, mengembangkan cara berpikir alternatif, fleksibel, dan positif, serta melatih kembali respon kognitif dan perilaku baru.
Terapi berorientasi psikoanalitik. Pendekatan psikoanalitik pada gangguan mood adalah didasrkan pada teori analitik tentang depresi dan mania. Pada umumnya, tujuan psikoterapi psikoanalitik adalah untuk mendapatkan perubahan pada struktur atau karakter kepribadian pasien, bukan semata-mata menghilangkan gejala. Perbaikan dalam kepercayaan diri, keintiman, kapasitas untuk bersedih, dan kemampuan untuk mengalami berbagai macam emosi adalah beberapa tujuan terapi psikoanalitik. Pengobatan seringkali mengharuskan pasien mengalami kecemasan dan penderitaan yang lebih banyak selama perjalanan terapi.
2.      Farmakoterapi
Pada pasien penderita depresi ringan maka dapat diobati ambulatoar, menyelidiki sumber stress dan psikodinamika, psikoterapi suportif dan obat antidepresi. Disamping depresi, sering terdapat juga kecemasan yang timbul sekunder karena depresi itu seperti kecemasan. Jika terdapat kecemasan, maka di samping obat antidepresi dapat diberikan obat anti-cemas (tranquilaizer) atau neroleptik.
Sedangkan pada gangguan depresi berat, sebagian besar klinisi memilih salah satu obat trisiklik atau tetrasiklik atau salah satu SSRIs sebagai obat lini pertama dalam pengobatan gangguan depresi berat. Obat trisiklik dan tetrasiklik memiliki efek samping yang berbeda, pada obat trisiklik seperti aventyl, desipramine, dan vivactil dan obat tetrasiklik sekunder memiliki efek lebih ringan daripada obat trsiklik dan tetrasiklik tersier (imipramine).
Efek merugikan dari obat antidepresan adalah letalitasnya jika digunakan overdosis. Obat trisiklik dan tetrasiklik, sejauh ini, adalah antidepresan yang paling mematikan, sedangkan SSRIs, bupropion, trazodone, dan MAOIs jauh lebih aman, tetapi obat tersebut dapat mematikan jika digunakan dalam overdosis dalam kombinasi dengan alcohol atau obat lain.
c.       Delirium
Delirium menunjuk kepada sindrom otak organic karena gangguan fungsi atau metabolism otak secara umum atau karena keracunan yang menghambat metabolism otak. Gejala utama ialah kesadaran menurun. Gejala-gejala lain adalah: penderita tidak mampu mengenal orang dan berkomunikasi dengan baik, ada yang bingung atau cemas, gelisah dan panic, ada pasien yang terutama berhalusinasi dan ada yang hanya berbicara komat-kamit dan inkoheren.
Pengobatan
Tujuan utama adalah untuk mengobati gangguan dasar yang menyebabkan delirium. Jika kondisinya adalah toksisitas antikolonergik, penggunaan antilirium atau intramuscular. Tujuan pengobatan yang penting lainnya adalah memberikan bantuan fisik, sensorik, dan lingkungan. Bantuan fisik diperlukan sehingga pasien delirium tidak masuk ke dalam situasi dimana mereka mungkin mengalami kecelakaan.
Dua gejala delirium yang mungkin memerlukan pengobatan farmakologis adalah psikosis dan insomnia. Obat untuk psikosis adalah haloperidol dan droperidol. Sedangkan insomnia paling baik diobati dengan golongan benzodiazepine atau dengan hydroxyzine.
d.      Demensia
Demensia merupakan sindrom yang ditandai oleh berbagai gangguan fungsi kognitif tanpa gangguan kesadaran. Fungsi kognitif yang dapat dipengaruhi adalah intelegensi umum, belajar dan ingatan, bahasa, memecahkan masalah, orientasi, persepsi, perhatian, konsentrasi, kepribadian, dan kemampuan sosial. Ada beberapa macam jenis demensia, yaitu demensia tipe Alzheimer dan demensia tipe vascular.
Pengobatan
Pendekatan pengobatan umum pada pasien demensia adalah memberikan perawatan suportif, bantuan emosional untuk pasien dan keluarganya, dan pengobatan farmkologi untuk gejala spesifik, termasuk gejala perilaku yang mengganggu. Pengobatan farmakologis yang  diresepkan oleh dokter biasanya adalah benzodiazepine untuk insomnia dan kecemasan, antidepresan untuk depresi, dan obat antipsikotik untuk waham dan halusinasi.


Kesimpulan
1.      Dasar semua pengobatan adalah suasana terapi yang diciptakan oleh dokter bersama pasiennya. dan yang memegang peranan penting dalam hal ini adalah hubungan antara pasien dan dokter. Dalam suasana terapi ini, faktor sugesti dan persuasi, serta keyakinan dan kepercayaan pada sang pengobat merupakan faktor yang penting.
2.      Pengobatan dalam psikiatri pada umumnya dapat dibagi menjadi tiga golongan besar, yaitu: somatotrapi, terapi psiko-edukatif, dan sosioterapi. Terapi-terapi tersebut biasanya digunakan pada intervensi gangguan jiwa pada pasien rumah inap ataupun rawat jalan.
3.      Pada setiap gangguan yang ada memiliki intervensi yang berbeda-beda dalam penggunaan terapi pada pasien. Dan setiap terapi yang digunakan memiliki efek yang berbeda-beda pada proses penyembuhan pasien, baik rentang waktu penyembuhan dan efek samping selama penyembuhan.


DAFTAR PUSTAKA

Semiun, Yustinus. 2006. Kesehatan Mental 3. Kanisius: Yogyakarta.
Maramis, W. F. 2004. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Airlangga University Press: Surabaya.
Kaplan, Harold I., Sadock, Benjamin J., Grebb Jack A. 1997. Sinopsis Psikiatri. Binarupa Aksara: Jakarta.
Spar, James E., Rue Asenath La. 2006. Clinical Manual of Geriatric Psychiatry. American Psichiatric Publishing, Inc.
Sunberg Norman D., Winenager Allen A., Taplin Julian R. 2007. Psikologi Klinis. Edisi keempat. Pustaka Pelajar: Yogyakarta
Davidson Gerald C., Neale John M., Kring Ann M. 2006. Psiologi Abnormal. Edisi kesembilan. Rajawali Pers: Jakarta



Tidak ada komentar:

Posting Komentar